Resume Teori
Motivasi
Motivasi adalah
proses yang menjelaskan intensitas, arah,
dan ketekunan seorang individu untuk
mencapai tujuannya. Tiga elemen
utama dalam definisi ini diantaranya adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori
hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan teori Y Douglas
Mc Gregor maupun teori motivasi kontemporer,
arti motivasi adalah 'alasan' yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan
oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat
diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa
yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda
dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali
disamakan dengan 'semangat', seperti contoh dalam percakapan "saya ingin
anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan
orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi.
Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di
masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga
yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan
intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi
intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali
upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan,
merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
Sejarah Teori
Motivasi
Tahun 1950an merupakan periode perkembangan konsep-konsep
motivasi. Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hierarki teori
kebutuhan, teori X dan Y, dan teori dua faktor. Teori-teori kuno dikenal
karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada hingga saat ini yang
digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi di dunia dalam
menjelaskan motivasi karyawan.
Teori Hierarki Kebutuhan
Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori hierarki kebutuhan milik
Abraham
Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa
dalam setiap diri manusia terdapat hierarki
dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa
lapar, haus, seksual,
dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya
fisik dan emosional),
sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan),
penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri
(pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan
fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah
sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan
tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran
bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan
tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal.
Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di
antara manajer pelaksana
karena teori ini logis secara intuitif. Namun,
penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan
beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan
pendukung yang kuat.
Teori X dan teori Y
Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer
berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah
pandangan manajer mengenai
sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan
bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka
terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Ada empat asumsi yang
dimiliki manajer dalam
teori X.
Ø
Karyawan pada
dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk
menghindarinya.
Ø
Karena karyawan tidak
menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan
hukuman untuk mencapai tujuan.
Ø
Karyawan akan
mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini adalah
asumsi ketiga.
Ø
Sebagian karyawan
menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan
menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai
sifat manusia dalam
teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y.
ü
Karyawan menganggap
kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.
ü
Karyawan akan berlatih
mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
ü
Karyawan bersedia
belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab. Karyawan mampu membuat
berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi,
dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.
Pengertian, Visioner, Tegas, Bijaksana Bisa menempatkan
diri, Mampu/cakap Terbuka, Mampu mengatur, Disegani , Cerdas, Cekatan,
Terampil, Pemotivasi, Jujur, Berwibawa, Berwawasan luas, Konsekuen, Melayani,
Credible, Mampu membawa perubahan, Adil, Berperikemanusiaan, Kreatif, Inovatif,
Sabar, Bertanggung jawab, Konsiten, Low profile, Sederhana dan humble (rendah
hati), Rendah hati/humble, Royal/tidak kikir, berjiwa sosial Loyal (setia)
kepada bawahan, Disiplin, Mampu menjadi tauladan/memberi contoh, Punya
integritas, Berdikasi/berjiwa mengabdi, Dapat dipercaya (credible), Percaya
diri, Kritis, Religious, Mengayomi, Responsive (cepat tanggap), Teliti, Supel
(ramah), Pema’af, Peduli (care), Profesional, Berprestasi, Penyelesai Masalah
(problem solver), Good looking, Sopan, Cerdas secara emosi (memiliki tingkat EQ
yang tinggi
Teori motivasi
kontemporer
Teori motivasikontemporer bukan teori yang
dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan kondisi
pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan. Teori motivasi
kontemporer mencakup:
Teori kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan
teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang
didefinisikan sebagai berikut:
v
kebutuhan berprestasi:
dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk
berhasil.
v
kebutuhan berkuasa:
kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga
mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
v
kebutuhan berafiliasi:
keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.
Teori evaluasi kognitif
Teori
evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian
penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan
secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan. Teori
evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi yang
mendukung.
Teori penentuan tujuan
Teori penentuan tujuan adalah
teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber
motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan
apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan.
Teori penguatan
Teori penguatan adalah
teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya
jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan
hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan
tindakan.
Teori Keadilan
Teori keadilan adalah
teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka
dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons
untuk menghilangkan ketidakadilan.
Teori harapan
Teori harapan adalah
kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu
bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut
akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap
individu tersebut.
Area motivasi
Empat area motivasi utama adalah makanan, cinta, dan pencapaian. Tujuan-tujuan
yang mendasari motivasi ditentukan oleh individu itu sendiri. Individu dianggap
tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan
beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau
kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni
keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan
eksternal. disamping itu terdapat pula fsktor yang lain yang mendukung
diantaranya ialah faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu
sendiri.
Variabel-variabel
motivasi
Kerlinger, N. Fred dan Elazar J. Pedhazur
(1987) dalam Cut Zurnali (2004)
menyatakan bahwa variabel motivasi terdiri dari:
1) Motif
atas kebutuhan dari pekerjaan (Motive);
2) Pengharapan
atas lingkungan kerja (Expectation);
3) Kebutuhan
atas imbalan (Insentive). Hal ini juga sesuai dengan yang di kemukakan Atkinson
(William G Scott, 1962: 83), memandang bahwa motivasi adalah merupakan hasil
penjumlahan dari fungsi-fungsi motive, harapan dan insentif (Atkinson views
motivation strengh in the form of an equattion-motivation = f (motive +
expectancy + incentive).
Jadi, mengacu pada pendapat-pendapat
para ahli di atas, Cut Zurnali (2004) mengemukakan bahwa motivasi karyawan
dipengaruhi oleh motif, harapan dan insentif yang diinginkan. Dalam banyak
penelitian di bidang manajemen, administrasi, dan psikologi, variabel-variabel
motivasi ini sering digunakan. Berikut akan dijelaskan masing-masing variabel
motivasi tersebut.
Motif
Menurut Cut Zurnali (2004), motif adalah
faktor-faktor yang menyebabkan individu bertingkah laku atau bersikap tertentu.
Jadi dicoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti kebutuhan apa yang
dicoba dipuaskan oleh seseorang? Apa yang menyebabkan mereka melakukan sesuatu
pekerjaan atau aktivitas. Ini berarti bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan
yang ada di dalam dirinya (inner needs) yang menyebabkan mereka didorong,
ditekan atau dimotivasi untuk memenuhinya. Kebutuhan tertentu yang mereka
rasakan akan menentukan tindakan yang mereka lakukan.
Lebih lanjut Cut Zurnali mengutip
pendapat Fremout E. kast dan james E. Rosenzweig (1970) yang mendefinisikan
motive sebagai : a motive what prompts a person to act in a certain way or
at least develop appropensity for speccific behavior. The urge to action can
tauched off by an external stimulus, or it can be internally generated in
individual thought processes. Jadi motive adalah suatu dorongan yang datang
dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau sedikitnya adalah suatu
kecenderungan menyumbangkan perbuatan atau tingkah laku tertentu.
William G Scott (1962: 82)
menerangkan tentang motive adalah kebutuhan yang belum terpuaskan yang
mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Secara lengkap motiv menurut
Scott motive are unsatiesfied need which prompt an individual toward the
accomplishment of aplicable goals. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan,
motive adalah dorongan yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan
perbuatan guna memenuhi kepuasannya yang belum terpuaskan. Selain itu, Maslow
sebagaimana diungkap pada halaman sebelumnya membagi kebutuhan manusia ke dalam
beberapa hirarki, yakni kebutuhan-kebutuhan fisik, keselamatan dan keamanan,
sosial, penghargaan atau prestise dan kebutuhan aktualisasi diri.
Harapan
Mengacu pada pendapat Victor Vroom, Cut Zurnali
(2004)mengemukakan bahwa ekspektasi adalah adanya kekuatan dari kecenderungan
untuk bekerja secara benar tergantung pada kekuatan dari pengharapan bahwa
kerja akan diikuti dengan pemberian jaminan, fasilitas dan lingkungan atau
outcome yang menarik. RL. Kahn dan NC Morce (1951: 264) secara singkat
mengemukakan pendapatan mereka tentang expectation, yakni Expectation which is
the probability that the act will obtain the goal. Jadi harapan adalah
merupakan kemungkinan bahwa dengan perbuatan akan mencapai tujuan. Arthur
levingson dalam buku Vilfredo Pareto (1953: 178) menyatakan : The
individual is influenced in his action by two major sources of role expectation
the formal demands made by the company as spalled out in the job, and the
informal expectation forces make behavioral demans on the individual attemps to
structure the social situation and the devine his place in it.
Dengan merumuskan beberapa pendapat
para ahli, Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa terdapat dua sumber besar yang
dapat mempengaruhi kelakuan individu, yaitu : sumber-sumber harapan yang
berkenaan dengan peranannya antara lain, tuntutan formal dari pihak pekerjaan
yang terperinci dalam tugas yang seharusnya dilakukan. Dan tuntutan informal
yang dituntut oleh kelompok-kelompok yang ditemui individu dalam lingkungan
kerja. Di samping itu, menurut Wiliam G Scott (1962: 105), addtionally, as
could be anticipated, the groups themselves can be axpected to interact,
effecting the others expectations. Ternyata kelompok karyawan sendiri dapat
juga mempengaruhi harapan-harapan yang akan dicapainya. Dan dengan adanya
keyakinan atau pengharapan untuk sukses dapat memotivasi seseorang untuk
mewujudkan atau menggerakkan usahanya (Gary Dessler, 1983: 66). Selanjutnya
Vroom yang secara khusus memformulasikan teori expectancy mengajukan 3 (tiga)
konsep konsep dasar, yaitu :
v Valence
atau kadar keinginan seseorang;
v Instrumentality atau alat perantara;
v Expectacy atau keyakinan untuk mewujudkan keinginan itu sendiri
(Gary Dessler, 1983: 66).
Insentif
Dalam kaitannya dengan insentif (incentive),
Cut Zurnali mengacu pada pendapat Robert Dubin (1988) yang menyatakan bahwa
pada dasarnya incentive itu adalah peransang, tepatnya pendapat Dubin adalah
incentive are the inducement placed the course of an going activities, keeping
activities toward directed one goal rather than another. Arti pendapat itu
kurang lebih, insentif adalah perangsang yang menjadikan sebab berlangsungnya
kegiatan, memelihara kegiatan agar mengarah langsung kepada satu tujuan yang
lebih baik dari yang lain. Morris S. Viteles (1973: 76) merumuskan insentif
sebagai keadaan yang membangkitkan kekuatan dinamis individu, atau
persiapan-persiapan dari pada keadaan yang mengantarkan dengan harapan dapat
mempengaruhi atau mengubah sikap atau tingkah laku orang-orang. Secara lebih
lengkap Viteles menyatakan : incentive are situasions which function in
arousing dynamis forces in the individual, or managements of conditions
introduced with the expectation of influencing or altering the behavior of people.
Menurut Cut Zurnali, pendapat yang
mengemukakan bahwa insentif adalah suatu perangsang atau daya tarik yang
sengaja diberikan kepada karyawan dengan tujuan agar karyawan ikut membangun,
memelihara dan mempertebal serta mengarahkan sikap atau tingkah laku mereka
kepada satu tujuan yang akan dicapai perusahaan. Joseph Tiffin (1985: 267)
mengatakan bahwa pemnberian insentif sangat diperlukan terutama apabila
karyawan tidak banyak mengetahui tentang hal apa yang akan dilakukannya.
Berikut secara lengkap diuraikan pendapat Tiffin: ordinary speaking, people
will not learn very much about anything unless they are motivated to do so,
that is, unless they are supplied with an adequate incentive. Maknanya bahwa
seseorang tidak banyak mengetahui tentang sesuatu hal, apabila mereka tidak
didorong untuk melakukan pekerjaan yang demikian itu, yaitu apabila mereka
tidak dibekali dengan insentif secara cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar