Anda Pengunjung ke....

Sabtu, 16 April 2016

PROBLEMATIKA PERBANKAN SYARIAH



PROBLEMATIKA PERBANKAN SYARIAH


    Jika dilihat dalam prakteknya ternyata banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan bank syariah terutama kaitannya dengan penerapan sistem perbankan yang baru dan mempunyai perbedaan yang sangat prinsip dari sistem keuntungan yang dominan dan telah berkembang pesat saat ini. Permasalahan ini bersifat operasional perbankan maupun aspek dari lingkungan makro. Di antara beberapa tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan Bank Syariah di Indonesia, adalah:
1. Pembiayaan Modal Kerja Syariah. Modal merupakan permasalahan kursial senantiasa dihadapi merintis usaha, setiap gagasan atau pun rencana mendirikan bank syariah tidak dapat terwujud akibat tidak adanya modal signifikan untuk pendiriannya, walaupun dari sisi niat ataupun keinginan para pendiri relatif sangat kuat. Permasalahan utama pemenuhan permodalan antara lain disebabkan;  pertama, keraguan pemodal akan prospek dan masa depan keberhasilan bank syariah, sehingga kuatir dana yang ditempatkan hilang; kedua, perhitungan bisnis pemodal yang tidak dilandasai rasa nilai ubudiyah sehingga terkesan semata-mata hanya mencari keuntungan duniawi dan merasa keberatan jika harus menginvestasikan sebagian dananya di bank syariah sebagai modal; ketiga, regulasi Bank Indonesia dalam penempatan modal yang relatif tinggi.
2. Regulasi Dunia Perbankan. Seperti telah diketahui fungsi umum daripada undang-undang melayani masyarakat dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat, sebagai azaz berlakunya dalam arti material, undang-undang merupakan sarana semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu. Regulasi perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional bank syariah, mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional bank syariah dengan bank konvensional. Regulasi perbankan yang ada kiranya masih perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan syariah agar bank syariah dapat beroperasi secara relatif dan efisien serta mampu bersaing, antara lain; pertama, instrument yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas; kedua, instrument moneter yang sesuai dengan prinsip syariah untuk keperluan pelaksanaan tugas bank sentral; ketiga, standarisasi akuntansi, audit dan sistem pelaporan; keempat, regulasi yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian. Ketentuan keempat regulasi ini diperlukan agar bank syariah dapat menjadi elemen terpenting dari sistem moneter yang dapat menjalankan fungsinya secara baik, mampu berkembang dan bersaing.
3. Minimnya Sumber Daya Manusia. Maraknya bank syariah di Indonesia tidak diimbangi dengan sumber daya manusia (SDM) yang memamadai, terutama latar belakang disiplin ilmu perbankan syariah sehingga perkembangannya menjadi lambat. Sistem bank syariah memang masih belum lama dikenal di Indonesia, disamping itu lembaga pendidikan dan pelatihan masih terbatas, sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang perbankan syariah baik dari sisi bank pelaksana maupun bank sentral (pengawas dan peneliti bank). Pengembangan SDM sangat dibutuhkan karena keberhasilan pengembangan bank syariah pada level mikro sangat ditentukan oleh kualitas manajemen dan tingkat pengetahuan serta keterampilan mengelola bank. SDM-nya memerlukan persyaratan pengetahuan general di bidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah dalam praktek perbankan serta mempunyai komitmen untuk menerapkannya secara konsistensi (istiqamah).
4. Tingkat Pemahaman dan Kepedualian Ummat. Pemahaman dan kepedulian sebagian besar umat mengenai sistem dan prinsip bankan syariah belum tepat, bahkan ada di antara ulama dan cendekiawan muslim sendiri masih belum ada kata sepakat untuk mendukung eksistensi bank syariah. Bahkan masih ada kalangan ulama belum ada ketegasan pendapat terhadap eksistensi bank syariah, sehingga terasa kurang tegas, hal tersebut disebabkan; pertama, kurang komprehensifnya informasi yang sampai kepada para ulama dan cendekiawan tentang bahaya dan dampak destruktif sistem bunga terutama pada saat krisis moneter dan ekonomi dilanda kelesuan; kedua, belum berkembangluasnya Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sehingga ulama dalam posisi sulit untuk melarang transaksi keuangan konvensional yang selama ini berjalan dan berkembang luas serta yang sudah mendarah daging dalam masyarakat; ketiga, belum dipahaminya operasional bank syariah secara mendalam dan kaffah; keempat, kejumudan dan kemalasan intelektual yang cenderung pragmatis sehingga ada anggapan sistem bunga yang berlaku saat ini sudah berjalan atau tidak bertentangan dengan ketentuan syariah. Padahal sejarah mengenal ulama bukan semata sosok berilmu, melainkan juga sebagai penggerak dan motivator masyarakat. Para ulama yang berkompeten terhadap hukum-hukum syariah memiliki fungsi dan peran yang amat besar dalam perbankan syariah yaitu sebagai Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional. Minimnya pemahaman terhadap bankan syariah barangkali disebabkan karena sistem dan prinsip operasional relatif baru dikenal dibandingkan dengan sistem bunga, dan pengembangannya masih dalam tahap awal jika dibandingkan dengan bank konvensional telah terlebih dahulu mengambil posisi di hati masyarakat, serta keengganan bagi pengguna jasa perbankan konvensional untuk berpindah ke bank syariah disebabkan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tetap dari bunga.
5. Sosialisasi Setengah Hati. Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka menginformasikan secara paripurna dan besar mengenai kegiatan usaha bank syariah belum dilakukan semaksimal mungkin sehingga terasa dapat dikatakan setengah hati. Sementara tanggungjawab sosialisasi tidak hanya dipundak para bankir syariah sebagai pelaksana operasional bank sehari-hari, namun tanggungjawab itu tertumpu kepada semua elemen umat baik secara individu, jamaah maupun institusi. Dengan kata lain bagi yang memiliki kemampuan dan akses yang besar dalam penyebarluasan informasi harus fokus, yang barang kali selama ini masyarakat belum tahu ataupun belum memahami secara detail apa dan bagaimana keberadaan dan operasional bank syariah walaupun dari kaca mata fiqh sangat faham. Cakupan sosialisasi tentu tidak sekedar memperkenalkan eksistensi bank syariah di suatu tempat, tetapi juga memperkenalkan mekanisme, produk dan instrumen-instrumen keuangan bank syariah kepada masyarakat.
6. Piranti Moneter Ribawi. Piranti moneter yang pada saat ini masih mengacu pada sistem bunga (riba) sehingga belum bisa memenuhi dan mendukung kebijakan moneter dan kegiatan usaha bank syariah, seperti kelebihan/kekurangan dana yang terjadi pada bank syariah ataupun pasar uang antar bank syariah dengan tetap memperhatikan prinsip syariah. Bank Indonesia selaku penentu kebijakan perbankan harus menyiapkan piranti moneter yang sesuai dengan prinsip syariah.
7. Pelayanan Publik. Perlu dicatat dunia perbankan senantiasa tidak terlepas pada masalah persaingan, baik dari sisi rate / margin yang diberikan maupun pelayanan. Dari hasil survei lapangan membuktikan kualitas pelayanan merupakan peringkat pertama kenapa masyarakat memilih bergabung dengan suatu bank. Ternyata bank konvensional berlomba-lomba untuk senantiasa memperhatikan dan meningkatkan pelayanan kepada nasabah, tidak telepas dalam hal ini tentunya juga bagi bank syariah yang dalam operasionalnya wajib memberikan jasa tentunya unsur pelayanan yang baik dan Islami harus diprioritaskan dan senantiasa ditingkatkan. Tentu harus pula didukung oleh adanya SDM yang cukup handal dibidangnya, kesan jorok, kotor, miskin, lusuh dan tampil ala kadarnya yang selama ini melekat dalam tradisi Islam harus dihilangkan sehingga harus diganti dengan nuansa modern, modif dan serasi selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar nash.

8. Bank Syariah Ternyata Belum Syariah. Jika diamati hampir semua bank yang ada, mulai mengembangkan sistem perbankan syariah. Peluang apa yang akan diraihi, ternyata bank syariah tumbuh subur layaknya seperti jamur di musim hujan. Namun sayang kenyataam di lapangan, prakteknya tidak dapat diharapkan lebih untuk memperjuangkan secara final nilai syariah dalam prakteknya. Masih ada bank berkutat pada sistem kapitalisme, walaupun baju yang dikenakan baju syariah. Ironis sekali memang, ketika seorang peneliti perbankan terheran-heran dengan ada mekanisme bank syariah yang anti-krisis, disaat tahun 1998 menjadi kebangkrutan bank-bank konvensional hampir secara nasional. Setelah dilakukan penelitian dengan seksama ternyata bank syariah yang dimaksud masih berbau kapitalis, artinya bank hanya memberikan bantuan kepada pemilik usaha besar saja, sedangkan pemilik usaha menengah ke bawah tidak tersentuh sama sekali. Keinginan untuk memakai nama syariah tidak dapat dipungkiri menjadi nilai plus tersendiri untuk meraih nasabah muslim. Produk-produk bank syariah diperkenalkan dan dikemas sedemikian rupa, sehingga meyakinkan nasabah. Namun disisi lain para praktisi bank syariah belum menguasai praktik-praktik syariah dalam lapangan. Terbukti dengan perbandingan beberapa orang yang mencoba meminjam pada bank syariah tertentu, namun apa yang terjadi ternyata bunga yang mencapai lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional. Kasus itu yang sedikit banyak telah terjadi, dan harus ditindaklanjuti, dalam jangka panjang harus ada pelatihan tentang produkproduk bank syariah dalam praktek kesehariannya, atau sekarang yang berkembang adalah masing-masing bank mencari alternatif pengawas yang terdiri dari kalangan ulama, atau pihak yang telah menguasai betul produk syariah. Dengan alternatif pengawas ini, proses transaksi banking telah diawasi oleh seorang ahlinya, sehingga kekeliruan yang terjadi dilapangan bisa diminimalisir. Konsep tentu akan mengangkat wajah perekonomian bangsa, artinya memperkuat basis perekonomian bangsa yang selama ini menganut sistem kapitalis. Dalam jangka panjang akan memberi pengertian kepada masyarakat, harta bukan lagi kepemilikan pribadi, melainkan kepemilikan sosial. Dari sisi ini tentu mengangkat kembali perekonomian bangsa dengan sistem ta'awun, harapannya kaum aghni’a bisa menolong orang-orang menengah ke bawah (dhuafa) untuk mengangkat taraf ekonominya ke jenjang yang lebih mapan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar